Random scoring method - hang out on foot - kebijaksanaan
kalo diliat judul diatas kok kayak ga nyambung banget satu sama lain, tapi menurut saya itu nyambung,,why? karena ide buat nulis tentang maraknya atau bisa dikatakan masih adanya pengajar (dosen dan guru) yang saya pribadi tengarai melakukan random scoring method (saya sebut demikian lantaran menurut keterangan pihak2 yang merasa dirugikan dan diuntungkan dengan metode ini menyebut hal serupa) muncul disaat saya sedang melakukan perjalanan dengan berjalan kaki dari daerah kertajaya surabaya menuju ke grand city mall surabaya.
sebenernya banyak terlintas alasan mengapa para pengajar/pendidik melakukan metode tersebut, tapi sebelum mengulas hal tersebut dari sisi pendidik lebih imbang kalau kita juga melihat dari sisi teknisnya. Terdapat sebuah ato mungkin beberapa kemungkinan munculnya nilai-nilai yang ditengarai oleh para pelajar sebagai nilai yang "ga selayaknya and unbelieveable" itu bisa terjadi karena faktor human error yang terjadi saat input data yang dilakukan oleh petugas dan bukan pengajar itu sendiri,, well di beberapa institusi pendidikan memang mengharuskan pengajar-lah yang melakukan input data, namun banyak juga yang meberikan tanggung jawab peng-input-an data (nilai) kepada pihak lain seperti staff Tata Usaha atau pihak yang memang diberi tugas-wewenang-jabatan sebagai "tukang input". pada jenjang itu (peng-input-an data) kemungkinan kesalahan akan lebih besar apabila institusi pendidikan memberikan wewenang tersebut pada petugas, kenapa? karena "burden" yang diterima oleh petugas dipastika sangat amat besar. bisa kita bayangkan hanya segelintir orang untuk meng-input data nilai dari sekian banyak pelajar dan sekian banyak subjek(mata pelajaran/mata kuliah). jadi bisa dipastikan kemungkinan terjadinya kesalahan lebih besar karena it is so complicated guys!
kelemahan tersebut bisa diatasi dengan mengadakan level tambahan yaitu level check and balance. level tersebut dilakukan saat petugas selesai melakukan input data. pada saat itu petugas memberikan result tersebut pada pendidik yang bersangkutan untuk di cek kesinkronannya dengan data awal yang ada pada pendidik, sehingga terjadinya kesalahan dapat diminimalisir. baru setelah itu selesai result dapat dipublikasikan.
kemungkinan lain yang ada adalah dari sisi pendidik/penguji. well ini adalah kemungkinan yang ditengarai banyak pihak sebagai kemungkinan yang paling possible dan paling biadab. wow, "biadab"? yah saya berani berbicara dengan kaa itu karena sering kali pendidik yang dalam hal ini terutama dosen memberikan nilai(terutama nilai akhir dalam transkrip) yang asal-asalan. hal ini ditengarai karena mereka mengaggap terlalu membuang waktu untuk melakukan kalkulasi yang riil tentang nilai peserta didiknya padahal disaat yang sama "obyekan-obyekan" yang lebih "menggiurkan dan ber-uang" menanti untuk mereka selesaikan. apakah hal tersebut kurang biadab?. well memang ada kemungkinan kesalahan input seperti diatas tapi hal tersebut akan mudah di perbaiki. lha bagaimana jika random? apa yang mau diperbaiki?apa yang mau diprotes? kalau mereka sibuk dengan "proyek-proyek" mereka bagaimana peserta didik bisamelakukan klarifikasi nilai?
well saat ini saya kurang tau apa ada peraturan mengenai sanksi tentang "pembusukan tanggung jawab" yang dilakukan oleh "pengguna" random scoring method atau tidak, tapi yang jelas hal tersebut bisa berakibat fatal bagi para peserta didik. tidakkah mereka sadar kalau hal tersebut bisa mematahkan semangat belajar peserta didik?. hal itu terbukti dari kesaksian salah satu peserta didik yang pada tingkat yang bisa dikatakan parah, parah karena dia sampai berkata "lebih baik aq biasa2 aja, ga usah terlalu menggebu lah, toh nanti juga hasil akhirnya random, mau usaha/doa juga percuma kan akhir2nya juga masalah aq beruntung ato nggak" dan dia juga berkata "tuhan tuh ada, tp ga tau ngapain aja kok ketidak adilan gini dari dulu ada mlulu".ungkapan tersebut terjadi lantaran mahasiswa tersebut kecewa pada penilaian dosen yang terkesan "mistik" karena dia merasa dia tidak pernah bolos, presentasi excellent, UTS-UAS excellent juga, Taapii dia cuma dapet BC (diatas C dibawah B) dibandingkan dengan temannya yang bolosnya overload(lebih dari 4x), presentasi megap-megap, UTS-UAS juga megap2 taapiii orang tersebut bisa dapet AB. wow,,, it is ridiculous, isn't it? pantes aja banyak orang pandai di negri ini merasa kurang dihargai dan memilih berkarya-belajar-berkutat diluar negri, sebanya ya itu salah satunya "TIDAK DIHARGAI SEBAGAIMANA MESTINYA"...
well APAKAH MEREKA(DOSEN) KURANG SADAR??
money-money-money, "when money talks, everything become a dead meat".
well, bapak ibu dosen yang terhormat mohon kesadarannya ya... tapi kalo emang ga mau sadar ya ga papa seh, karena insyaallah selama saya hidup saya akan berusaha membujuk mereka buat sabar dan meyakinkan mereka bahwa kelak mereka bakal punya DEPOSITO TANGGUNG JAWAB yang bisa ditagih sebelum penentuan SURGA-NERAKA, kan bisa minta pertanggung jawaban waktu di padang mahsyar apalagi dsana ga ada yang jualan pahala.. jadi ya menabung untuk hari akhir lah, bukan menabung untuk hari tua...lumayanlah buat nambah tabungan pahala kita kita ato at least ntar qt bisa bagi bagiin tuh dosa2 kita...
nb: ini emeng ditujukan buat para dosen yang terlalu sibuk sama proyek-obyekan nya ketimbang ngurusin mahasiswa yang udah bayar mahal mahal and usaha mati2an buat kuliah.
klise banget sih emang. tapi ya kalau mau dibalikin lagi, terlepas dari urusan dosa-mendosa, gaji dosen lhoh emang cuman sepersekian dari penghasilan perbulan mereka kalo dibandingkan dengan mereka kerja di rumah sakit, buka praktek sendiri, jadi konsultan, research, ngisi seminar yang ngomong 2x60 menit uda dapet sekian juta..(contoh ini ku ambil berdasarkan dosen-dosenku yang berlatarbelakang dokter, ahli gizi, dan sejenisnya)
BalasHapusdan setuju banget ama saranmu, selama ini juga yang lain, termasuk aku, cuman bisa sabar dan maklum. nothing else..