Usaha kecil-kecilan penguasa kecil berhati kecil

Lebih dari 200 orang lulusan dalam sebuah fakultas ilmu kekeluargaan…yah menurut sumber yang terpercaya dengan tingkat kepercayaan melebihi kemurnian dari sumber air minum kemasan yang diambil di daerah pandaan, jawa timur, di situ memang semuanya serba kekeluargaan.. dalam artian “wes kekeluargaan ae, ga usah rame-rame..ga usah diperpanjang.. wes podo podo enake wae lah”
Dengan tarikan iuran lebih dari Rp 100.000 dengan informasi dan pemberitahuan yang mendadak..yah sangat mendadak karena pemberitahuan itu diberikan 3 hari sebelum acara (H-3)..
Dengan alasan uang biaya “konsumsi” akad kelulusan..
Aihh…konsumsi apa itu… that’s so fucked up guys…I was wandering what kinds of food that will be presented in the event hah? What kinds of live show that will be showed there?
Jika dikalkulasikan dengan menggunakan dasar anggaran anak kos-kosan berdompet cekak –seperti penulis-- di daerah pinggiran Surabaya. Toh dengan uang segitu orang (saya) bisa:
Pake biaya makan 1 minggu…tapi ini hanya untuk acara 1 jam..
Pake biaya transport 1 minggu (bahkan lebih)…tapi ini hanya untuk acara 1 jam..
Pake biaya “komuikasi” 1 bulan…tapi ini Cuma untuk “komunikasi kekeluargaan” 1 jam..
Menyadur bin mengutip kata kata novelis dhonny dirgantoro (* Damn! You’re the man!!) dalam novel best sellernya yang berjudul “2” (dimana menurut saya ”it is an extraordinary inspiring novel”) yang tersurat dalam adegan dimana papa Gusni sedang melihat ditelevisi rumahnya betapa kejamnya tragedi kerusuhan dan penjarahan yang disertai pembakaran di bulan mei 1998:
“ Bangsa ini sudah tidak punya hati ”
Yah.. mungkin kiranya ungkapan tersebut sangat ada benarnya..
Coba kita bayangin,,kalau kita berada pada posisi “wong ga duwe” dan “wong ga gowo duit” apa kita nggak bingung cari utang-an sana sini? Apa kita ga kaget “JGLEK” waktu dikasih tau berita itu? Apa kita gap rotes mengingat anggaran itu terlalu berlebihan kalo dengan alasan Cuma buat “uang konsumsi”.
“ Bangsa ini sudah tidak punya hati “
Ah sungguh saya tau mungkin para pembaca bakal menganggap ini masalah yang lumrah dan dengan hebatnya sangat menjamur di negeri kita yang kaya raya ini. “biasalah uang pelicin” atau “biasalah bagi-bagi kebahagiaan, namanya juga kekeluargaan”..
KOTOR!
Dalam situasi seperti ini, mahasiswa memang di set supaya ga punya pilihan selain “yaweslah yaopo maneh, daripada ntar dipersulit waktu ngurus surat kelulusan,dll.. liat tuh kakak angkatan beberapa tahun lalu yang protes dang a mau kooperatif sama pihak yang berwenang (berkuasa.red).. katanya sampe dibikin nangis-nangis gara-gara ngurus tetek bengek nya dipersulit.. dipontang panting sana-sini.. udah deh, bayar aja,, cari utangan gitu kek,, bantu2 tmen kita yang ga bawa duit gt kek”
NJIJIKI…!
hal ini diperkuat pernyataan salah satu anggota kacung dari “penguasa” yang bilang “yah itu mbak mbak dan mas mas yang kritis sama anggaran iuran yang kita berikan tuh coba disuruh maju aja dan jadi pengurus acara “akad lulus”-nya.. ga papa kok” *dengan ekspresi muka nyengir yang seolah olah bilang “ayo maju sini kalo brani, tak gawe modar kowe, ra lulus lulus kapok kowe”
hah… dasar Bandot!
Ironi sekali jika di tiap tiap kantor -terutama kantor instansi yang berurusan dengan masalah pendidikan tersebut- terdapat lambang burung garuda dengan 5 sila-nya terpajang rapi, bahkan bertempat diatas lambang presiden dan wapres kontroversial hasil pemilu kemaren, namun makna dari keberadaan lambang Negara tersebut bagi mereka tak lebih berharga dan berguna serta lebih penting daripada seekor burung perkutut yang bisa diadu dan dijual…
Dan sampai penulis menulis tulisan ini pun, mereka (baca: mahasiswa fakultas ilmu kekeluargaan) tetap ga punya pilihan alias sudah mentok mengibarkan bendera putih serta yang berujung pada prosesi pengantrian pembayaran iuran “sodaqoh mewah” untuk menutup mulut dan men-charge energy para “penguasa” agar surat lulus dan urusan tetek bengek kelulusan mereka lancar hingga akhirnya bisa berada ditangan mereka dalam keadaan sehat wal afiat..

Dengan diiringi lagu the beatles “yesterday” (*walaupun ga nyambung nyambung amat dengan topiknya) tersirat berbagai pertanyaan dan pernyataan dalam benak saya…

Apakah ini memang jalannya?
Akankah terus terjadi?
Akankah membudaya?
Akankah hal itu membahana keseluruh negeri?
Akankah hal terebut membahana keseluruh lini?
Akankah? Sudahkah?

Dan sungguh gelegar tangis para pahlawan yang dulu melawan untuk sebuah kebebasan…
Rintihan Tangis ibu pertiwi yang penuh kasih bagi mereka tak ubahnya seperti pekik hewan…
Dan semua terindahkan dengan sengaja…
Karena mereka anggap itu memang indah...
Dengan seringai tawa busuk yang selimuti angkasa…
Dan mereka berkata “seharusnya memang begitu adanya”…

Sungguh benar kiranya jika tuhan berkata dalam kitabnya
“sungguh manusia itu kepada tuhannya sangat tidak tahu berterimakasih.”
“ dan sungguh manusia itu sayangnya kepada harta luar biasa”

Komentar

  1. semakin sukak aku dengan gaya menulismu.

    hmmmm... kalo hal seperti itu mah gak cuman sekali dua kali jaa nemunyaaa. tapi ya karena sudah terlalu banyak kepala yang terlibat, jadinya susah juga buat ngebenerin.

    kalo emang pengen perbaiki, maka kamu harus jadi kepalanya. entah kepala apapun itu.. baru deh bisa di berantas sampe akar2nya

    BalasHapus
  2. terimakasih sahabat.... support andalah yang membuat saya tiba tiba ingin menulis...

    BalasHapus
  3. pada perkembangan selanjutnya ternyata penguasa sedang bermurah hati (sedikit) dengan mengembalikan 25rb rupiah pada hari H

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menata hati itu...

" ___________ "

Saat aku mulai sadar betapa beruntungnya aku memiliki kalian.