Yelling to children-think twice before you do it!


Senin 19 september, malam hari.

Malem ni seperti biasa aku berkutat dengan rutinitas pekerjaan as a private teacher. Yah,, pada awalnya emang ga ada yang special hari ini, sampai saat aku nungguin murid les ku dirumahnya yang dianya sendiri telat +40 menit sejak aku datang. Dan otomatis dalam hati saya nggeremeng bin ngedumel a.k.a. menggerutu dalam hati “suwene rek, sido les ta gak iki” (lama banget, jadi ga nih..).

Saat itu aku mikir, ibunya ni dirumah pa ga? Kok tumben si R ni lama. Eh, baru aja mikir kayak gitu, tiba2 ibunya di dalem rumah triak2 n marah2 sendiri dan ada indikasi kalo tu ibu lagi nelpon si R***** yang ga dateng2 padahal dah ku tungguin agak lama *anjrit 40 menit lebih lho. Well, actually I hate waiting for someone which is not “on time” but I remember that be patient is a must for a teacher.


Sampe si R tu dateng juga. Dan saat itu aku mikir “okeh bakalan ada perpanjangan delay dikarenakan ada materi nasihat dari orang tua yang marah”. Perlu diketahui sebelumnya bahwa si R ini adalah anak kelas 5 sd di salah satu sekolah bonavit di kota S dan setiap senin sore dia ada les renang. Dan benarlah prakiraan ku tentang extra “time out” yang direquest oleh ortunya secara ga langsung degan manggil anaknya yang waktu dateng langsung ngadep ke aku dengan maksud “let’s start the lesson, sir”.

Dimarahilah si R itu sama ibunya dengan tekanan dan teriakan2 yang membahana, ga Cuma dia, bahkan pembantu dan sopirnya yang tugasnya Cuma guiding and driving pun kena marah pula. “aduh bisa bisa habis ini aku juga nih” dan memang itulah yang aku pikirkan. Saat itu dengan brain yang not-super ini ku cari cari alasan buat kabur, tapi yah itu tadi, dia udah effort buat nemuin dan punya niat buat start the lesson-walopun telat-, maka ku putusin buat “yasudalah, ayok mulai J *Alhamdulillah Mr.goodman lagi berkuasa dalam tubuhku.

Akhirnya dia menghampiri saya di ruang sebelah dengan mata yang merah dan sesenggukan and I asked him “are you ok?”,,dia ga jawab-Cuma ngangguk. Anggukan itu semakin buat aku yakin kalo dia definitely not ok! And he is psychologically underpressure! ,,, aku tunggu dia sampe dia tenang n akhirnya dia sendiri cerita tentang kemarahan mamanya. Waktu ditengah2 cerita mamanya muncul dari balik ruangan sambil bawa setumpuk hasil exam 5 mata pelajaran dia dan 3 diantaranya berstatus “failed”. Gilanya (maaf buat ibunya R kalo baca, tapi itu emang bener2 gila), si ibu itu dengan nada tinggi ngelemparin berkas2 itu ke meja tempat kita belajar (*jebret!) sambil ngomong “liat itu! Hasil tes kamu fail semua, orang kok kerjanya main sama makan mlulu!”. That’s crazy! Inget ya reader, jangan pernah marahin anak kecil didepan orang lain dengan nada tinggi (jadi bisik2 boleh), coz kalo anda ngelakuin itu aku jamin anda sedang menghancurkan mengembang biakkan rayap ganas dalam mental anak itu.

Reaksi yang sangat mengagetkan dari R tertangkap oleh mata saya. Yah reaksi dimana matanya menutup, dahi mengernyit dan bahu terangkat dan menyempit kekepala seperti orang kaget. Dan reaksi iu adalah reaksi orang yang bener2 ketakutan setengah mati,shock, dan butuh segera di ”up” ato kalo ga akan tertanam konsep “mama jahat, ga ngehargai aku, ga ngehargai usahaku, padahal aku udah mati matian” atau “aku emang ga bisa, walopun udah mati2an pasti masih belum cukup, masih fail, emang aku ga berguna”. Maka ga jarang banyak kasus anak bunuh diri gara2 tekanan ortu. Sekali lagi BANYAK,,

Perkiraan konsepku itu terbuktikan saat setelah mamanya pergi itu aku langsung mengelus punggungnya sambil menyodorkan kertas2 berserakan tadi yang telah aku kumpulkan. Ku usahakan buat dia “up” lagi dan dia menjawabnya perlakuanku dengan berkata “padahal aku nggak fail semua, ada 2 yang ga fail…tapi mama tetep marah..padahal nilai yang fail pun udah meningkat daripada exam sebelum ini,, tapi percuma, mama tetep marah..”. dengan menelan ludah dan membatin “Alhamdulillah ortuku ga gitu” aku lihat nilai2 itu dan benar, terjadi peningkatan di semua lesson walaupun yang 3 lessons itu statusnya masih “failed”.

Well, aku ngerasa ga perlu nyeritain gimana caraku buat bikin dia up tapi “Alhamdulillah ya…” (wakakakak) dia udah up, dia udah senyum dan ketawa lagi tadi. Hmm.. emang liat orang senyum itu “sesuatu banget..” (wakakakak part2).

Dari kejadian itu, saat perjalanan dari rumah R menuju kos ku aku mikir “orang tua harus berpikir dengan matang kalo mau bertindak didepan anaknya dan bertindak pada anaknya coz semuanya bakalan direkam-diingat-ditiru/diaplikasikan juga oleh anak”.

Ungkapan like father like son mungkin ada benarnya juga. Sebagai contoh riil nya adalah perilaku si R yang demen banget teriak2 sama pembantunya walopun jaraknya deket, nah loh..niru sapa coba?. Selain itu, kita ga perlu marah2 dengan nada tinggi, ga perlu ngeluapin emosi segitunya kalo pada kenyataannya itu justru ber-efek destructive buat mental “young learners”. Terlebih lagi, jangan di depan orang lain! Karena secara tidak alngsung anda telah mempermalukan dia dan menginjak2 harga dirinya, walaupun dia anak kecil.

Parents should be the role model for their children
(taken from a movie entitled “I’m not stupid 2)

Selain itu, seharusnya kita semua - termasuk aku dan siapapun yang merasa ada cita cita beranak pinak ato siapapun yang berkeinginan menjadi guru atau sedang menjadi guru - HARUS lebih bisa menghargai effort mereka daripada memberi harga atas result mereka. They are human being dude! So, humanize them!. Jadi kalau ada improve walau 1 poin aja…sekali lagi 1 poin aja…1 poin score yg awalnya 52  akhirnya bisa improve jadi 53.. Hargailah! Appreciate it! Appreciate their effort!.

Jadi banyak mudhorotnya kan? Ketimbang faedahnya?.. udah si anak afraid, learn about hatred, learn how to yell to someone in a high temper and tone, learn how to disgrace someone in public, etc

So? Will you squeeze your brain and force it to think again when you want to yell to a child or young learners? That question is suitable for teacher, parents, parents will be, me, and of course you readers.

Lepas masa mereka akan menjadi kita
Akankah mereka teriak dan bersungut sungut seperti kita
Ataukah mereka akan tersenyum seperti kita
Kita lah yang mengukir jawabnya pada mereka

Komentar

  1. huhuhu ya seharusnya ortu harus bisa mendidik dengan baik, but sometimes yelling to children dibutuhkan juga ketika mereka terlalu melewati batas2 tertentu. but then again kadang2 banyak faktor lain seperti ekonomi dan lain2 yang menyebabkan ortu tidak bisa mengontrol emosinya sehingga menghasilkan yel yel negatif wkwkwkww salam kenal sob :)

    BalasHapus
  2. yang aku tau sih tiap orang tua punya cara sendiri2 buat ngedidik anaknya. bdan setuju juga sama mas Ananda, banyak faktor yang gak diketahui si anak kenapa kok orang tuanya bersikap seperti ini, seperti itu,. termasuk juga faktor dari si anak sendiri.

    pastinya, aku gak sukak denger orang teriak2 (emang ada yang suka yakk???),. brisiikkk!!!

    BalasHapus
  3. @kolumnis: maksude apa nih bang?yg sama apanya?

    @ananda n arma: yah emang mrk punya alasan dan smua selalu punya alasan,krn it aq blg "think twice" ato bhkn mgkn m0re than twice.. Toh menunjukkan ketegasan ga hrus dgan yelling..there is always another way..there is always another option..@kolumnis: maksude apa nih bang?yg sama apanya?

    @ananda n arma: yah emang mrk punya alasan dan smua selalu punya alasan,krn it aq blg "think twice" ato bhkn mgkn m0re than twice.. Toh menunjukkan ketegasan ga hrus dgan yelling..there is always another way..there is always another option..

    BalasHapus
  4. hii salam kenal iya dari vira .. :)
    jangan lupa mapir keweb vira iya di http://www.rumahkiat.com/ vira mau berbagi pengalaman nih.:)
    wah bagus juga iya blog ka2 ... ^_^ good luck iya..... SALAM BLOGER INDONESIA.. :)

    BalasHapus
  5. Betul...There is always another option !
    Miris juga sih kalo cara didiknya kayak gitu -__-

    Nah akhirnyaq perilaku si R jadi gitu.
    Like father like son.
    Walahh..Nanti kalo gue punya anak kayaknya bakalan gue jadiin temen aja :)
    Orang tua yang baik adalah orang tua yang bisa jadi temen buat anaknya.
    Gak kaku dan gak takut cerita apa2..

    Gitu sih menurut saya.

    BalasHapus
  6. @ vira: salam kenaal

    @ uchank : yup, bisa sebagai teman, jadi guru yang ga menggurui, jadi cangkir yang siap nampung semua keluh kesahnya, dan bisa ngasih obat buat masalahnya, dan bisa menghidangkan sarapan bermenu "keluhuran manusia" setiap mau memulai menapak sebagai manusia

    BalasHapus
  7. Bener!!! saya paling nggak suka lihat orangtua yang marah-marah sama anaknya di depan umum. udah berasa Jendral aja mereka.
    Meskipun anak-anak pasti punya perasaan. Pasti itu anak malu, dan ntar pas Gedhe pasti jadi seorang yang penakut kalo nggak ya pendendam.

    BalasHapus
  8. @annisa: yah, sisi psikologis itulah yg sering luput dr pikiran mereka,kita,saya,semuanya..padahal lbh bijak kalo proses menasehati it dlakukan scara personal dan dgn nada yg halus..
    "apa yg qt tanam,it yg qt petik"

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menata hati itu...

" ___________ "

Saat aku mulai sadar betapa beruntungnya aku memiliki kalian.