yang benar adalah benar

Yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah

Apapun agama dan keyakinan saya, anda, dia, mereka, dan kita semua, kalimat judul diatas hampir setiap hari terdengar, terlihat, tergetar dalam hati, terasa beberapa millimeter dibawah kulit, terendus oleh hidung kalbu kita, bahkan tak jarang terkecap dan terucap dari mulut kita. Dan kita tahu serta sadar akan kebenaran dan ke-masuk akal-an dari kalimat itu. Namun banyak dari kita yang membengkokkan dan sengaja menutup panca indera, pikiran dan hati kita atas kalimat tersebut dengan alasan alasan yang membenarkan pilihan kita untuk tidak mengikuti kalimat diatas.


Guys before you continue to read my writing FYI, this is about a norm, especially religious norm and ee..just a lil’ bit social norm I think.. so since there isn’t any “grey” thing in religious norm (only black or white, so I suggest u to stop “ya nggak mesti gitu juga” or “ya tergantung…”, well..even though, the correct  form is “bergantung” not “tergantung”, see? One of Indonesian greatest mistakes, shithead!).  so I think you all had already understand my egoism status since it is my writing after all right? Ok, let me continue….


            Ok, jadi gini sob, kita semua, termasuk saya juga, sering sekali mengabaikan kesadaran kebenaran yang kita punya demi membela ego kita yang berteriak “gue mesti gini” “ini pokoknya mesti gini”. Mungkin beberapa dari readers bertanya apa itu kesadaran kebenaran, well kesadaran kebenaran itu istilah saya sendiri sob. So, menurut saya kesadaran kebenaran itu adalah getar hai yang timbul tiap kali kita mau berbuat, terutama saat kita mau berbuat something yang kita sadar betul itu salah, maka mendadak akan muncul keraguan dan keinginan buat nggak ngelakuin itu sob, entah dengan wujud gemeteran atau galau yang nggak jelas. Parahnya sob, kesadaran kebenaran itu seperti manusia sifatnya, yaitu punya batas energy jadi dia sendiri bisa capek dan bosen. Capek n bosen buat ngingetin tuannya buat “dude, stop it! It is not a good thing!” or “don’t even dare to do that” or just “it is wrong”. Dan kondisi capeknya sang kesadaran kebenaran itu sekarang sedang menjamur disekitar kita, di hampir semua lini dan bidang, di semua jenis hubungan manusia, di semua umur dimana orang udah bisa mikir.

                Sebagai contoh mudahnya gini sob, agama saya ngajarin kita buat tetep usaha jalin “silaturahim” sama semua orang, bahkan-even sama kita punya enemy. Imagine nggak? anda mesti tetep usaha buat seperti gitu ke lawan anda? Beratkah? Pasti. Tapi coba dipikir deh sob, kalau kita bisa jalin itu tali dengan baik, apa rasa musuhan kita bakal tetep ada? Yang ada pasti ita jadi temenan kan sob? Nggak tau lagi kalau kata silaturahim itu Cuma dimulut sama muka doank sob.

                Lha trus kita sering banget memutuskan dan nyuruh diri kita atau mungkin orang lain buat nggak jalin silaturahim sama seseorang, bahkan a big NO buat sekedar say “hi, ‘sup dude?” (parah nggak tuh?) dengan se-abreg macem alasan yang ada di kepala dan kompor hati kita yang menyala-nyala sampe mbakar sampah tetangga sebelah rumah (ehm…ehm… tapi kalau sepakatan sama orang lain buat ngelakuin itu gua angkat tangan sob, maksudnya angkat tangan n ngomong “bye bye shithead!” Wakakakak :p). dan saat ngelakuin hal tersebut kita nganggep “itu emang bener men!” “Gue nggak salah men!” Or mungkin “itu orang ngancem kedudukan and status gue men jadi Cuma itu caranya!” (ups :p).

                Well, sob, kalau anda-elo-kamu-kowe-koen- ngelakuin itu maka saat orang yang disebelahmu ato orang yang sadar akan kesadaran kebenaran ada disekitarmu and tau kelakuanmu, dia insyaallah ngingetin anda sob, kecuali itu orang malah ikutan seperti kau. Tapi kalau dia nggak ikutan seperti kau, dia pasti mbatin “ nggak pernah baca Qur’an loe ya?” yup! Seperti kata Gus Mus (KH Musthofa Bisri) dalam suatu pengajiannya, beliau berkata “kalau terjadi perkelahian atau permusuhan sesama muslim, maka kemungkinannya ada 2, yang pertama itu adalah kecelakaan (nggak sengaja, salah paham, dll) atau yang ke 2, salah satu atau bahkan keduanya nggak pernah baca qur’an”

                So, sob, itu Cuma contoh simple aja dari getaran kesadaran kebenaran yang sering diabaikan.. contoh lain? Cari dah… banyak tuh sob.. yang jelas jangan sampe di abai-in deh tuh kesadaran kebenaran… brabe kita ntar,,, brabe dunia akherat juga bisa.. karena kesadaran kebenaran itu nunjukin ke kita yang bener itu bener yang salah itu salah… allahumma arinal haqqo haqqo warzuqna tiba’ah wa arinal bathila bathila warzuqnaj tinabah (bener nggak tuh tulisannya? Koreksi dah sob)

                Sebuah kutipan kalimat terakhir untuk menutup postingan ini yang mana kalimat itu berasal dari editor (first viewer) pribadi saya “kesadaran kebenaran itu, aku sering nyebutnya fitrahnya manusia (ini juga istilah dari aku sendiri). fitrah manusia, sebagai makhluk yang baik, berhati nurani (dan aku percaya sepenuhnya bahwa hati nurani itu selalu membimbing pada kebenaran).”


P.S : no hard feeling dude,,, no hard feeling,,,,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menata hati itu...

" ___________ "

Candu