Hierarki ~> Jabatan ~>………(kotor/bersih/etc.)
Senior-junior, ke-kasta-an,dll. Itu semua real dalam hidup -setidaknya dari sudut pandang manusia yang belum ngerti "hakikat" dan "ilmu ma'rifat"- bahwa di alam ini ada jenjang,ada pemisah antar manusia dengan sesamanya. Ada jurang pembeda sehingga membuat kita harus pandai menentukan pandangan dengan memilih memandang dengan "ndangak" atau memandang dengan "ndilek".
Walaupun semua orang tahu dan sering dengar ditengah-tengah kantuk dan tidurnya dalam sebuah pengajian bahwa ustadz, kyai, dan segala macam sebutan kedudukan/jabatan dibidang agama itu sering berkhotbah bahwa manusia itu sama-sejajar-lurus di hadapan sang pencipta. Walaupun semua orang sudah tau -dan cukup muak serta sangsi- kalau para pengacara dan para praktisi dan komentator hukum sering berkata baik dengan menggebu atau pun dengan setengah "nyengir" bahwa semua sama dimata hukum. Itupun kalau hukum kita masih punya mata.
Kembali pada hirarki. Awal manusia membikin konsep hirarki -menurut nalar ngawur saya- mungkin bermaksud menata hidup. Membuat sistem. Walau pada akhirnya para manusia yang seharusnya menjadi "pemangku" jabatan kini lebih fokus untuk "menduduki"nya ketimbang memangku. Yah, mungkin bagi para "penduduk"nya -terutama yang berkelamin Lelaki,Pria,atau apapun sebutan makhluk tak berGARBA itu- jabatan lebih menggairahkan daripada liuk penari perut dan stripper kelas super profesional yang mampu membuat para pemilik FALUS melayang oleh imajinasi terliarnya hanya dalam hitungan menit satu digit. Hebat bukan? Itulah Jabatan. Benda abstrak yang beberapa gelintir orang akan perebutkan dengan memboyong nama agama,persatuan bangsa, keadilan sosial, dan butir-butir sila yang lain. Dan ingat, memboyong, hanya memboyong. Bukan merawat hanya menanam. Tak ubahnya seperti program-program penanaman pohon atas nama CSR yang nantinya tak dirawat. Sistem tanam tinggal. Modal sedikit untuk tanam, pujian dan simpati datang bak sebuah pipa bawah tanah PDAM yang bocor. Hebat bukan? Itulah jabatan. Anak dari tahta karena sudah tak zaman lagi ada raja.
Dengan jabatan orang bisa dapat harta dan wanita/pria sesuai yang mereka mau. Kita bahkan bisa inden pembagian harta untuk bulan/semester/tahun depan, bagi hasil katanya. Dengan harta itu mereka mudah cari wanita/pria. Itu pun bisa milih. Mau yang permanen, long time, apa short time. Atau mau pakai hitungan ronde. Hebat kan? Itulah jabatan. Hal yang bisa membawa manusia ke tingkat orgasme terkotor -kalau caranya kotor- atau terbersih -kalau caranya bersih-, dan mayoritas -dari image masyarakat- tergolong kotor + busuk. Yap, kekotoran itu akan mematil cucuk cucuk LINGGA dan meninggalkan bekas berupa produk bermerk Raja Singa produksi PMS Corp.
Kekotoran itu Lumrah kah? Entah. Tapi yang jelas "Lumrah belum tentu benar, benar-pun banyak yang dianggap tak lumrah." Kotor yang menuju Lumrah akan bernilai benar saat orang sudah capek berkata "Kotor!". Begitu pula sebaliknya.
Lantas, apakah benar -sebenar benarnya benar- bahwa nyaris semua penduduk jabatan,pengagung dan pejuang hierarki itu kotor? Saya pasrahkan jawabannya ada pada imajinasi terliar anda. :-)
Walaupun semua orang tahu dan sering dengar ditengah-tengah kantuk dan tidurnya dalam sebuah pengajian bahwa ustadz, kyai, dan segala macam sebutan kedudukan/jabatan dibidang agama itu sering berkhotbah bahwa manusia itu sama-sejajar-lurus di hadapan sang pencipta. Walaupun semua orang sudah tau -dan cukup muak serta sangsi- kalau para pengacara dan para praktisi dan komentator hukum sering berkata baik dengan menggebu atau pun dengan setengah "nyengir" bahwa semua sama dimata hukum. Itupun kalau hukum kita masih punya mata.
Kembali pada hirarki. Awal manusia membikin konsep hirarki -menurut nalar ngawur saya- mungkin bermaksud menata hidup. Membuat sistem. Walau pada akhirnya para manusia yang seharusnya menjadi "pemangku" jabatan kini lebih fokus untuk "menduduki"nya ketimbang memangku. Yah, mungkin bagi para "penduduk"nya -terutama yang berkelamin Lelaki,Pria,atau apapun sebutan makhluk tak berGARBA itu- jabatan lebih menggairahkan daripada liuk penari perut dan stripper kelas super profesional yang mampu membuat para pemilik FALUS melayang oleh imajinasi terliarnya hanya dalam hitungan menit satu digit. Hebat bukan? Itulah Jabatan. Benda abstrak yang beberapa gelintir orang akan perebutkan dengan memboyong nama agama,persatuan bangsa, keadilan sosial, dan butir-butir sila yang lain. Dan ingat, memboyong, hanya memboyong. Bukan merawat hanya menanam. Tak ubahnya seperti program-program penanaman pohon atas nama CSR yang nantinya tak dirawat. Sistem tanam tinggal. Modal sedikit untuk tanam, pujian dan simpati datang bak sebuah pipa bawah tanah PDAM yang bocor. Hebat bukan? Itulah jabatan. Anak dari tahta karena sudah tak zaman lagi ada raja.
Dengan jabatan orang bisa dapat harta dan wanita/pria sesuai yang mereka mau. Kita bahkan bisa inden pembagian harta untuk bulan/semester/tahun depan, bagi hasil katanya. Dengan harta itu mereka mudah cari wanita/pria. Itu pun bisa milih. Mau yang permanen, long time, apa short time. Atau mau pakai hitungan ronde. Hebat kan? Itulah jabatan. Hal yang bisa membawa manusia ke tingkat orgasme terkotor -kalau caranya kotor- atau terbersih -kalau caranya bersih-, dan mayoritas -dari image masyarakat- tergolong kotor + busuk. Yap, kekotoran itu akan mematil cucuk cucuk LINGGA dan meninggalkan bekas berupa produk bermerk Raja Singa produksi PMS Corp.
Kekotoran itu Lumrah kah? Entah. Tapi yang jelas "Lumrah belum tentu benar, benar-pun banyak yang dianggap tak lumrah." Kotor yang menuju Lumrah akan bernilai benar saat orang sudah capek berkata "Kotor!". Begitu pula sebaliknya.
Lantas, apakah benar -sebenar benarnya benar- bahwa nyaris semua penduduk jabatan,pengagung dan pejuang hierarki itu kotor? Saya pasrahkan jawabannya ada pada imajinasi terliar anda. :-)
posted from Bloggeroid
Komentar
Posting Komentar